"Terima Kasih telah berkunjung ke blog ini. Jangan lupa Share dan Comment ya"
loading...

Pengeluh Volume Azan Dibui 18 Bulan, Media Internasional Beritakan Kasus Meiliana


Paska vonis 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Medan. Sontak sosial media ramai membahas tentang kasus Meiliana ini. Ada yang menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Meiliana bukan penistaan agama, adapula sebaliknya yang memberikan tanggapan bahwa yang dilakukan ibu 4 anak ini merupakan bagian dari penistaan agama. Tidak dapat dinafikan ada segelintir warganet menyampaikan pendapat bernuansa memanaskan situasi.
Tidak hanya jagat sosial media yang ramai memperbincangkan masalah ini. Media-media internasional ramai memberitakan tentang Meiliana di Tanjung Balai, Sumatra Utara yang divonis 18 bulan penjara karena mengeluhkan volume azan yang dinilainya terlalu keras. Perempuan itu dianggap terbukti menghina agama Islam.
Berikut judul berita Media-Media Internasional tersebut yang penulis kutip dari laman Detikcom:
Pertama, Majalah mingguan di Amerika Serikat, News Week mengangkat berita tersebut dengan artikel berjudul "Woman Complains About Noise From Mosque, Gets 18 Months in Prison". Berikut terjemahan judul berita tersebut ke bahasa Indonesia, “Perempuan Mengeluh Tentang Kebisingan Dari Masjid, Mendapat 18 Bulan di Penjara”.
Kedua, media Inggris, Sky News dengan judul artikel "Woman jailed in Indonesia for complaining mosque was too noisy". Berikut terjemahan judul berita tersebut ke bahasa Indonesia, “Wanita yang dipenjara di Indonesia karena mengeluh masjid terlalu berisik”. Sky News menuliskan bahwa vonis tersebut kemungkinan akan memicu kekhawatiran bahwa imej Islam di Indonesia dipengaruhi oleh para radikal.
Ketiga, Media Al-Jazeera mengangkat berita ini dengan judul Indonesia jails woman for 'insulting Islam' over mosque 'noise'. Berikut terjemahan judul berita tersebut, "Indonesia memenjarakan wanita karena 'menghina Islam' di atas 'suara' masjid".
Keempat, Media Arab News yang menuliskan judul artikel "Indonesia woman irked by mosque noise convicted of blasphemy". Berikut terjemahan judul berita tersebut ke bahasa Indonesia, "Wanita Indonesia kesal dengan suara masjid yang dihukum karena penodaan agama".
Kelima, Media Inggris, The Independent menuliskan berita ini dalam artikel berjudul "Woman who complained about noisy mosque jailed for blasphemy". Berikut terjemahan judul berita tersebut ke bahasa Indonesia, "Wanita yang mengeluh tentang masjid yang bising dipenjara karena penodaan agama". The Independent mengutip pernyataan Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty International Indonesia yang menyerukan Pengadilan Tinggi Sumatra Utara untuk membatalkan vonis terhadap Meiliana tersebut.
Keenam, Media Australia, ABC News juga mengangkat berita tersebut dengan judul "Indonesian Buddhist woman imprisoned after complaining mosque is too loud". Berikut terjemahan judul berita tersebut ke bahasa Indonesia, "Wanita Budha Indonesia yang dipenjara setelah mengeluh masjid terlalu keras".
Ketujuh, Koran berbahasa Inggris tertua di Malaysia, New Straits Times yang memberi judul artikelnya Indonesian Buddhist jailed for blasphemy after complaining mosque 'too loud'. Berikut terjemahan judul berita tersebut ke bahasa Indonesia, Umat Buddha Indonesia dipenjara karena penistaan agama setelah mengeluh masjid 'terlalu keras'.
Kedelapan, Media Singapura, The Straits Times juga memberitakannya dengan judul "Woman jailed in Indonesia for complaining about volume of mosque's speakers". Berikut terjemahan judul berita tersebut ke bahasa Indonesia, "Wanita dipenjara di Indonesia karena mengeluhkan volume speaker masjid".
Kesembilan, Media India, NDTV yang memilih judul "Indonesian Woman, Who Complained About Mosque Being Too Loud". Berikut terjemahan judul berita tersebut ke bahasa Indonesia, "Wanita Indonesia, yang Mengeluh Tentang Masjid Menjadi Terlalu Keras".
Melihat banyaknya media-media Internasional yang memberitakan kasus ini membuktikan kepada kita bahwa berita-berita terkait toleransi umat beragama sangat menarik perhatian warga dunia. Kasus-kasus seperti ini akan memberikan penilaian negatip dari warga dunia terhadap Indonesia. Gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga, kira-kira seperti itulah peribahasa yang berhubungan dengan adanya kasus ini.
Bila kita analisis lebih mendalam, kita sepakatilah Meiliana ada kekhilafan dalam kasus ini. Seharusnya hukumannya jauh lebih singkat dibandingkan beberapa oknum-oknum perusuh yang bermain hukum sendiri. Tapi kenyataan berkata lain, para perusuh tersebut malah diberikan ganjaran sangat ringan meskipun telah memenuhi unsur pidana yang berlapis.
Meiliana yang mengeluhkan suara azan mesjid divonis hampir 2 tahun. Padahal perusak Vihara, pembakar Vihara, pengintimidasi, perusak rumah dan pembakar rumah Meiliana hanya dihukum sekitar sebulan lebih saja. Penulis bukan membela tindakan dari Meiliana yang kata orang double minority tersebut, tetapi penulis lebih condong menilai minimnya keadilan dalam kasus ini.
Belajar dari kasus ini, penanganan kasus penistaan agama terkesan tidak berkeadilan kesemua pihak. Oknum Hakim dalam kasus ini terkesan takluk atas tekanan massa. Maka vonis hukuman yang diberikan kepada Meiliana ini menjadi salah satu bukti bahwa hukum di negeri ini masih perlu ada perbaikan yang serius.
Begitulah Unta-Unta,

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengeluh Volume Azan Dibui 18 Bulan, Media Internasional Beritakan Kasus Meiliana"

Posting Komentar