Screenshot Berita Detik.com dan Kompas.com |
Gerakan tagar abal-abal ganti presiden menuai polemik yang panjang di akar rumput. Masyarakat seakan saling bergesakan disebabkan oleh gerakan yang secara tersirat bernuansa provokatif. Suhu politik nasional semakin memanas gegara gerakan-gerakan yang tidak memiliki esensi sama sekali bagi kemajuan bangsa ini.
Mari kita gunakan logika berpikir sahabat Seword, kalau memang inisiator gerakan ganti presiden tulus untuk memperbaiki kondisi bangsa saat ini. Seharusnya mereka memberikan masukan kepada pemerintah seperti apa jalan keluar menyelesaikan masalah bukan malah mengkompor-kompori masyarakat agar membenci pemerintahan presiden Jokowi. Kan aneh, katanya ingin mengatasi masalah tapi tanpa memberikan solusi. Ibarat kata pepatah tong kosong nyaring bunyinya.
Presiden Jokowi bersama jajarannya sudah dengan serius dan optimal melakukan pembangunan yang merata di negeri ini. Tapi semua prestasi yang telah dihasilkan malah dianggap nol bagi kubu sebelah yang menunggangi gerakan ganti presiden. Buktinya inisiator dan deklarator tagar ganti presiden yang menimbulkan riak-riak diakar rumput saat ini merupakan pengurus partai pengusung dari penantang Jokowi.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai aktivitas gerakan 2019 ganti presiden pada dasarnya sudah merupakan kegiatan kampanye. Hanya saja aktivitas itu belum mampu dijangkau oleh aturan perundang-undangan kita, mengingat sampai saat ini belum ditetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Sumber Kompas.com
Salah satu bukti lemahnya regulasi pemilu saat ini adalah tidak adanya aturan yang mengatur aliran dana dan perputaran uang yang terjadi akibat kegiatan gerakan tagar abal-abal akhirnya membuat publik tidak bisa meminta pertanggungjawaban kegiatan tersebut. Padahal, arahnya sangat jelas untuk kepentingan Pemilihan Presiden 2019 mendatang.
Jadi sudah sangat jelas gerakan ganti presiden adalah salah satu strategi politik untuk membangun opini negatip tentang presiden Jokowi dikalangan masyarakat yang memang masih banyak kurang paham tentang politik. Munculnya gerakan deklarasi #2019GantiPresiden akibat tidak ada aturan yang jelas tentang pemilu. Akibatnya, celah kekosongan aturan tersebut dimanfaatkan sebagai kampanye terselubung oleh kepentingan politik tertentu.
Mantan Ketua Konstitusi Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. menilai gerakan ganti presiden itu jelas menyebar kebencian kepada Presiden Jokowi yang sedang menjabat. Meski demikian, menurut Jimly, penegak hukum yang menangani gerakan #2019GantiPresiden itu perlu bersikap hati-hati dalam penegakan hukum.
Kampanye #2019GantiPresiden yang dilakukan sejumlah orang dinilai tidak melanggar aturan dalam pemilu. Namun, kampanye tersebut sama dengan menyebar kebencian terhadap presiden yang sedang menjabat, yakni Joko Widodo. Hal itu dikatakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie dalam akun Twitter @JimlyAs. Sumber kompas.com
Penulis memang bukan ahli ataupun praktisi hukum tetapi bila kita analisis lebih mendalam pernyataan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tersebut, maka kita dapat mengambil kesimpulan awal bahwa gerakan ganti presiden telah menebarkan kebencian kepada presiden Jokowi yang telah dipilih mayoritas rakyat pada tahun 2014.
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia ke 5 Arif Hidayat menjelaskan bahwa sebetulnya sebagai kepala negara, presiden adalah simbol Negara. Presiden juga merupakan warga negara biasa dan sebagai kepala pemerintahan, statusnya sejajar dengan ketua DPR, ketua MPR, maupun ketua MK. Sumber Detik.com
Baca Juga: Mardani Sebut Negara Kalah Sama Preman, Nasdem Membalas: Neno 'Persekusi' Presiden
Penutup
Jadi untuk menyelesaikan polemik ini, maka penyelenggara pemilu yakni Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) seharusnya membuat pengaturan yang lebih operatif, sehingga bisa mencegah terjadinya aktivitas yang bisa memicu benturan dan perpecahan di masyarakat. Apalagi, kegiatan-kegiatan itu terjadi di luar aktivitas resmi.
Masa iya penebar kebencian kepada simbol Negara terkesan dibiarkan, seharusnya segera dibuat peraturan resmi agar orang-orang yang memendam kebencian akut kepada presiden dapat diberikan sanksi. Supaya kedepannya demokrasi di negara ini berjalan tanpa adanya ujaran kebencian kepada presiden sebagai simbol Negara.
Demokrasi memberikan ruang yang sebesar-besarnya bagi rakyat untuk memberikan kritik konstruktif bukan destruktif. Berikanlah kritik berdasarkan data-data yang memiliki kredibilitas tinggi, bukan berdasarkan isu-isu hoaks dan fitnah keji.
Hentikanlah pernyataan-pernyataan bernuansa fitnah kepada presiden. Ingatlah fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan, ketika kalian tidak mendapatkan hukuman di dunia ini, maka sang Pencipta kelak yang akan memberikan hukuman yang tidak dapat lagi kalian sesali. Sebelum terlambat, marilah tinggalkan pola pikir yang tidak baik tersebut.
#PresidenSimbolNegara
#2019GantiPolaPikir
0 Response to "Jimly: Kampanye Ganti Presiden Menyebar Kebencian Terhadap Jokowi, Presiden itu ‘Simbol Negara’"
Posting Komentar