Perhelatan Pemilihan Presiden tidak terasa waktunya sudah mendekat, dimana Rakyat Indonesia akan kembali diberikan hak untuk memilih pemimpin. Tokoh-tokoh nasional yang memiliki niatan untuk maju merebut hati rakyat pun semakin banyak bermunculan kepermukaan. Baik dari unsur politikus, pengusaha, profesional, agama, Purnawirawan, pensiunan dan lain-lain telah blak-blakan tanpa malu-malu lagi menunjukkan niatannya membangun bangsa yang besar dan majemuk ini.
Meskipun sudah banyak nama yang bermunculan ingin merebut kursi RI 1 tapi baru satu nama yang dapat dipastikan melenggang dengan mulus menjadi salah satu calon yang akan dipilih oleh rakyat Indonesia. Beliau adalah Bapak Joko Widodo (Jokowi) yang merupakan Presiden Republik Indonesia saat ini. Beliau akrab disapa netizen disosial media Pakde Jokowi, alasannya sangat jelas karena kesederhanaan, humoris, pekerja keras, anti korupsi, dan paling utama adalah keberanian mengambil keputusan. Antara lain terkait Freeport, Pembubaran Ormas HTI, dan mendorong revisi Undang-Undang Terorisme.
Berdasarkan hasil Survey berbagai lembaga survey yang memiliki kridibilitas tinggi di negeri ini, nama Pakde Jokowi masih berada ditahta tertinggi. Sangat jauh jarak persentasenya bila dibandingkan dengan Capres Abadi. Tingginya elektabilitas Pakde Jokowi tidak terlepas dengan hasil kinerja selama 4 tahun belakangan ini. Banyak perubahan bangsa setelah beliau memimpin, mulai dari pembangunan infrastruktur dan tidak terlepas juga pembangunan manusia.
Mari kita bayangkan sahabat Seword untuk membangun kekuatan mengalahkan Pakde Jokowi, sampai-sampai kelompok sebelah menjumpai sang buronan ke luar negeri. Katanya anti Aseng dan Asing tapi konsolidasinya tidak didalam negeri, jelas-jelas tidak konsisten. Ngomong-ngomong entah apa yang mau dibanggakan dari sang buronan, kerjanya dulu di negeri ini hanya buat rusuh dan buat onar saja. Teriak-teriak seakan dia manusia paling benar dan layak masuk surga, padahal moralnya perlu dipertanyakan. Kata kelompok pengagum sang buronan, junjungan mereka itu difitnah oleh rezim, masa iya rezim berani memfitnah orang yang isu-isunya memiliki massa pendukung 7 juta jiwa. Sungguh tidak masuk diakal, dengan massa segitu banyak seharusnya rezim memberikan fasilitas lebih karena secara politik sang buronan memiliki basis suara. Paling penting penulis menyarankan buktikanlah kalau junjunganmu sang buronan benar di Pengadilan bukan di sosial media. Ha ha ha
Dengan mengadakan konsolidasi politik sampai keluar negeri memberikan secercah gambaran bagi kita bahwa kelompok sebelah sedang galau dan kebingungan tingkat akut untuk mengalahkan sang petahana yang kinerjanya sangat diapresiasi masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia. Hasil-hasil kerja tersebut tidak terlepas dari peran serta para pembantu Presiden yang bekerja secara totalitas dan bertanggung jawab. Misalnya ibu Sri Mulyani yang mendapatkan penghargaan skala Internasional sebagai menteri keuangan terbaik di dunia. Kedua Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menerima penghargaan maritim tertinggi dunia yakni Peter Benchley Ocean Awards atas visi dan kebijakan pembangunan ekonomi dan konservasi laut di Indonesia. Duo srikandi pembantu Pakde Jokowi ini sangat membanggakan seluruh rakyat Indonesia.
Meskipun peluang Pakde Jokowi sangat besar untuk melanjutkan pengabdiannya di periode kedua, tapi kemenangan yang sudah didepan mata tersebut bisa saja gagal karena kesalahan strategi politik dan juga miskomunikasi antar tim pemenangan. Maka dibutuhkan keseriusan baik yang berada dilingkar Partai pendukung, relawan, maupun simpatisan. Jangan menganggap sepele kekuatan dan strategi lawan, kita sudah melihat bahwa mereka cukup lihai membangun riak-riak dipermukaan sehingga membuat masyarakat rentan mengalami gesekan.
Strategi paling penting untuk menjaga ataupun semakin memperbesar peluang kemenangan adalah memilih #CawapresJokowi yang memiliki elektabilitas tinggi dan rekam jejak mumpuni. Nama-nama sudah bermunculan untuk posisi Cawapres antara lain Gatot Nurmantyo, Moeldoko, Wiranto, Muhaimin Iskandar, Mahfud MD, Tuan Guru Bajang, Agus Harimurti Yudhoyono, Sri Mulyani, Susi Pujiastuti, Budi Gunawan sampai-sampai Prabowo juga sempat tersiar kabar di jejaring sosial media menjadi #CawapresJokowi. Menurut sahabat Seword layak tidak sang Capres Abadi menjadi pendamping Pakde Jokowi. Jawab di kolom komentar ya. Ha ha ha
Melihat kondisi kebangsaan saat ini penulis menilai bahwa #CawapresJokowi yang paling ideal adalah Purnawirawan TNI. Kita sudah melihat secara gamblang negeri ini rawan dipecah belah oleh kelompok perusuh, dimana tampuk kepemimpinan dipegang pasangan yang dari unsur sipil. Maka dibutuhkan tangan dingin purnawirawan perwira-perwira tinggi dari TNI sebagai pendamping Pakde Jokowi, agar kelompok perusuh apalagi kelompok teror yang memiliki ambisi menghancurkan kedamaian dan toleransi antar masyarakat di negeri ini semakin ketar-ketir dan kembali menjunjung tinggi Pancasila sebagai dasar dan pondasi bangsa.
Kalau memang lebih ideal dari purnawirawan perwira tinggi TNI, jadi timbul pertanyaan selanjutnya siapakah nama tokoh yang ideal. Menurut penulis ada beberapa tokoh yang memiliki elektabilitas lumayan dan rekam jejak mumpuni pastinya bukan Capres Abadi dan Purnawirawan Mayor yang merupakan pangeran kerajaan Prihatin. Beberapa nama tersebut antara lain :
Pertama Bapak Jenderal TNI (Purn.) Dr. Moeldoko, S.IP. (lahir di Kediri, Jawa Timur, 8 Juli 1957; umur 60 tahun) adalah tokoh militer Indonesia yang saat ini menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan Indonesia sejak 17 Januari 2018. Ia menjabat sebagai Panglima TNI sejak 30 Agustus 2013 hingga 8 Juli 2015. Ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat sejak 20 Mei 2013 hingga 30 Agustus 2013.
Sidang Paripurna DPR RI pada tanggal 27 Agustus 2013 menyetujui jenderal asal Kediri tersebut sebagai Panglima TNI baru pengganti Laksamana Agus Suhartono. Beliau adalah KSAD terpendek dalam sejarah militer di Indonesia seiring pengangkatan dirinya sebagai Panglima. Moeldoko merupakan alumnus AKABRI tahun 1981 dengan predikat terbaik dan berhak meraih penghargaan bergengsi Bintang Adhi Makayasa. Beliau lulus dan mendapatkan gelar tersebut dengan predikat sangat memuaskan. Saat ini Moeldoko sebagai Kepala Staf Presiden menggantikan Teten Masduki. Sumber Disini
Kedua Bapak Jenderal TNI (Purn.) Wiranto S.H. (lahir di Kota Yogyakarta, DIY, 4 April 1947; umur 71 tahun). Beliau adalah salah satu politikus Indonesia dan tokoh militer Indonesia. Saat ini dia menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pada reshuffle Kabinet Kerja kedua menggantikan Luhut Binsar Panjaitan. Wiranto pernah menjabat Panglima TNI periode 1998-1999.
Pemilu Legislatif 2009, tepatnya pada 1 Mei 2009, Wiranto bersama Jusuf Kalla (Capres Partai Golkar), mengumumkan pencalonannya sebagai pasangan Capres-Cawapres yakni Jusuf Kalla sebagai Capres dan Wiranto sebagai Cawapres yang diusung Partai Golkar dan Partai Hanura. Pasangan ini juga menjadi pasangan yang pertama mendaftar di KPU. Pasangan JK-Wiranto mendapat nomor urut tiga dan disingkat menjadi JK-WIN.
Pada Tahun 2014, Wiranto juga sempat mencalonkan diri sebagai calon Presiden berpasangan dengan konglomerat media, Hary Tanoesoedibjo. Namun rencana tersebut akhirnya urung dilakukan mengingat minimnya perolehan suara Partai Hanura dalam pemilihan legislatif 2014. Sumber Disini
Faktor pendukung selain rekam jejak yang mumpuni semasa mengemban tugas di militer, kedua tokoh diatas memiliki peluang menjadi pendamping Pakde Jokowi karena memiliki kekuatan parlemen. Kedua tokoh ini merupakan Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Hanura yang memiliki 16 kursi DPR RI dari 6.579.498 (5,26%) suara. Andai saja pun Partai pendukung yang lain menarik dukungan karena memilih antara kedua tokoh ini, maka Pakde Jokowi tetap bisa melenggang maju karena PDI-P dan Hanura sudah memenuhi syarat Presidential Treshold. Tetapi itukan andai saja, belum keputusan final.
Pasti timbul lagi pertanyaan dari sahabat Seword, dari kedua nama tokoh diatas siapakah yang paling ideal mendampingi Pakde Jokowi untuk merebut periode keduanya demi mencapai #IndonesiaMaju. Kalau menurut penulis kedua tokoh tersebut ideal mendampingi Pakde Jokowi, tetapi masih ada yang paling ideal lagi dan opsi terbaik menjadi pendamping Pakde Jokowi. siapakah nama tokoh tersebut ?
kemungkinan sahabat Seword menggerutu membaca artikel ini. Dibenak sahabat timbul pernyataan mananya penulis ini kok EnJel (Enggak Jelas) gitu sih. Tak konkrit menentukan nama tokoh yang paling ideal. Sudah detail menjelaskan profil 2 tokoh diatas tapi bukan itu pilihan sang penulis, bertele-tele kali sih penulis ini. Konkrit dong min !
Gitulah prediksi penulis yang ada dibenak sahabat Seword, setelah sahabat Seword dengar nanti nama tokoh paling ideal menurut penulis pasti mayoritas sahabat Seword tidak bersepakat dengan pilihan penulis. Tetapi penulis akan coba menjelaskan alasan mengapa memilih beliau sebagai pendamping Pakde Jokowi.
Baiklah kita langsung saja jangan berlama-lama lagi, beliau adalah Jenderal TNI (Purn.) Gatot Nurmantyo (lahir di Tegal, Jawa Tengah, 13 Maret 1960; umur 58 tahun), adalah mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (2015-2017). Sebelumnya, Beliau merupakan Kepala Staf TNI Angkatan Darat ke-30 yang mulai menjabat sejak tanggal 25 Juli 2014 setelah ditunjuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menggantikan Jenderal TNI Budiman. GN sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) menggantikan Letnan Jenderal TNI Muhammad Munir. Pada bulan Juni 2015, GN diajukan oleh Presiden Joko Widodo sebagai calon Panglima TNI, menggantikan Jenderal Moeldoko yang memasuki masa purna baktinya.
GN bersama tokoh pemerintahan lainnya beserta para aktivis sosial bergabung dalam aksi untuk mendukung toleransi beragama selama periode unjuk rasa di Jakarta pada bulan November 2016. Bersama dengan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Kapolri Tito Karnavian dan aktivis Islam seperti Yenny Wahid, mereka menggalang dukungan untuk persatuan antar agama sebagai penyeimbang dari aksi unjuk rasa yang digelar sebelumnya terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Sumber Disini
Selain memiliki rekam jejak mumpuni dan elektabilitas paling tinggi dari semua tokoh untuk menjadi Cawapres berdasarkan berbagai hasil survey. GN merupakan salah satu tokoh yang diidolakan oleh masyarakat terutama masyarakat beragama muslim. Faktor ini merupakan kelebihan yang bisa mendongkrak elektabilitas dari Pakde Jokowi. Kita juga jangan anggap sepele dengan kekuatan finansial, GN diprediksi berbagai kalangan memiliki finansial yang jauh lebih besar dari Capres Abadi. Faktor finansial ini sangat mendukung bila ingin terjun kedunia politik. Mesin politik bergerak harus menggunakan logistik, untuk mendapatkan logistik yang cukup membutuhkan kekuatan finansial. Semoga sahabat Seword dapat memahami kemana arah pikiran penulis.
Sebelumnya kita sudah mengetahui kedekatan GN dengan kubu oposisi. Tetapi paska PA 212 mendeklarasikan nama-nama Capres – Cawapresnya. Kedekatan GN dengan kelompok tersebut semakin terkikis, alasannya tampak jelas karena PA 212 tidak adamerekomendasikan GN baik menjadi Capres maupun Cawapres. Partai tempatnya berteduh pun tidak merekomendasikan namanya.
Melihat kondisi tersebut, GN mengunjungi mantan Presiden SBY. Kita tidak mengetahui apa yang sebenarnya dibahas dalam pertemuan tersebut. Tapi menurut penulis topik pembahasannya tidak akan jauh-jauh lagi dari agenda Pilpres mendatang. Dengan kunjungan GN tersebut, maka tidak tertutup kemungkinan kalau GN juga akan mengunjungi para petinggi-petinggi Partai yang lainnya.
Kelemahan dari GN bila menjadi pendamping Pakde Jokowi, Pertama, beliau tidak memiliki kekuatan dalam Partai Politik, padahal untuk ikut mencalonkan diri membutuhkan dukungan Partai Politik. Kita sempat mendengar GN dekat dengan Partai PeKaeS, meskipun sudah memiki kedekatan tetap saja partai tersebut tidak merekomendasikan namanya untuk ikut bertarung didalam Pilpres mendatang.
Kedua, GN memang terkesan tidak disukai bagi kelompok pendukung Pakde Jokowi karena kedekatannya dengan kelompok Oposisi beberapa waktu lalu. Tapi sahabat Seword harus membuang semua rasa ketidaksukaan tersebut bila ingin Pakde Jokowi dapat merebut periode keduanya dan meluluhlantakkan ambisi bani ORBA untuk kembali menguasai negeri ini.
Pilpres tahun 2019 mendatang menjadi titik pertarungan antara kelompok pro ORBA dan Kelompok pro Reformasi setelah reformasi berjalan 20 tahun. Kalau kita tidak mau kembali kemasa kelam rezim ORBA yang diktator dan sangat menindas, hanya satu pilihannya mari kita dukung Pakde Jokowi dengan siapapun kelak beliau berpasangan. Tegaskan komitmen kita mendukung Pakde Jokowi demi #IndonesiaMaju dan disegani Dunia.
Salam Anti ORBA
0 Response to "Purnawirawan TNI Cawapres Jokowi, Moeldoko dan Wiranto Ideal, Gatot Nurmantyo Opsi Terbaik"
Posting Komentar