Kinerja
penguasa DKI. Jakarta selama 100 hari ini penuh dengan bumbu-bumbu penyedap
rasa yang dipenuhi dengan kebohongan cita rasa. Kita sudah sama-sama mengetahui
bersama bahwa proses meraih kemenangan dipenuhi intrik-intrik politik yang
menghalalkan segala cara demi meraih kursi kekuasaan. Politisasi ayat dan mayat
secara blak-blakan berseliweran dipermukaan yang mengakibatkan masyarakat
terkotak-kotak.
Anies-Sandi secara kasat mata
hanya sibuk membentuk citra dengan mengklaim program-program andalan
terealisasi dengan semestinya. Namun klaim tersebut tak sejalan dengan kualitas
penyelesaian program. Kita coba telaah beberapa program Anies-Sandi yang telah
direalisasikan, secara tidak langsung bernuansa Retorika,
Pencitraan dan Gimmick Politik.
Pertama,
penutupan salah satu tempat wisata dunia malam yang sangat erotis yakni Hotel
Alexis. Framing yang
ditampakkan di media bahwa penguasa ini telah melakukan tindakan tegas tidak
mau menerima proses lobi-lobi, faktanya dunia malam ini hanya berganti nama
saja Awalnya Alexis berubah nama jadi 4Play.
Ibarat kata hanya mengganti baju saja, sebelumnya pakai lingerie dan sekarang
pakai bikini. Ha ha ha
Bila kita analisis lebih
mendalam nama baru tersebut malah lebih sensasional dan mengundang banyak tanda
tanya. Sahabat Seword pasti
tidak tabu lagi dengan istilah 4play,
kita dapat mengartikan nama baru tersebut adalah Forplay
(Pemanasan) ataupun Tempat (4) Bermain (Play).
Nama baru ini malah lebih HOT ya
sahabat Seword !
Kedua,
Program wirausaha One Kecamatan One Center Entrepreneurship (OK OCE) adalah
salah satu program andalan pasangan Gubernur Anies dan Wakilnya Sandiaga.
Pemprov mengganggarkan Rp 82 miliar untuk OK OCE melalui Dinas Koperasi, Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dan Perdagangan.
Program Oke Oce yang pada masa
kampanye memberikan modal usaha bagi masyarakat, padahal faktanya setelah mendapat
tampuk kekuasaan janji tersebut dianulir dan disangkal. Sandiaga tidak mengakui
bahwa pernah mengkampanyekan Oke-Oce akan memberikan modal kepada wirausahawan
yang tergabung dalam program ini.
Sandiaga menegaskan Oke Oce
hanya program pelatihan wirausaha bagi masyarakat yang tergabung dalam program.
Secara tegas juga Sandiaga mengakui program pelatihan Oke Oce hanya program
cuap-cuap belaka. Sungguh sangat ironis dan menyedihkan sekali, dana sebesar 82
milyar hanya untuk jualan kata-kata saja. Pertanyaan yang timbul apa benar
mentor-mentor pelatihan mempunyai kualitas, nanti diisi dengan Timses yang
butuh kerjaan saja.
Pemprov mengakui
hanya memfasilitasi pencari modal kepada bank dan industri pemberi modal,
bahasa lapangannya ya kira-kira menjadi agen.
Fenomenalnya, bila meminjam modal ke bank akan disuguhi bunga pinjaman 13
persen. Kalau kita bandingkan dengan bunga bank tanpa perantara Pemprov DKI ya
rata-rata dibawah 10 persen. Maka dengan perantaraan Pemprov jauh lebih tinggi
bunga pinjamannya. Hmm, apakah ada honor agen ya sahabat Seword ?
Paling
mengagetkan lagi bahwa lapak tenda jualan disepanjang jalan Jatibaru Tanah
Abang tidak semuanya diisi oleh PKL. Saksi yang diinvestigasi oleh tim Mata
Nazwa menyebutkan bahwa para Pedagang banyak yang berasal dari warga yang
sebelumnya bukan merupakan PKL. Bila informasi dari saksi itu benar, maka patut
kita menduga ada kemungkinan anggota si penguasa Tanah Abang yang mendapatkan
lapak. Pantaslah penguasa memberi wewenang, Tercium bau setoran !
Keempat dan
yang terakhir, program kerja pengadaan rumah DP nol rupiah merupakan program paling
jitu dari Anies-Sandi. Pada masa kampanye disebutkan pengadaan rumah tapak,
tapi setelah berkuasa berubah menjadi rumah lapis yang sama saja dengan program
Ahok yakni rumah susun. Cuma berbeda istilah penyebutan nama saja Sahabat Seword, retorika kelas atas gitu loh.
Ahli tata kota
Universitas Trisakti Yayat Supriyatna memberikan pendapat dan menyayangkan
kinerja tersebut. Harusnya penataan kota, ucapnya, tidak jadi dipolitisasi.
Banyak program Anies-Sandi yang hanya berupa gimmick politik. Yayat
mencontohkan, program rumah DP nol persen. Program itu begitu menarik dikemas
untuk gimmick politik. Namun dalam realisasinya, mulai dari mekanisme
pencicilan, harga rumah, syarat, dan bentuk hunian tidak semanis janji
politiknya.
Program rumah DP nol rupiah
dialokasikan untuk warga yang berpenghasilan dikisaran 7 jutaan saja, emang
berapa persen warga DKI yang memiliki penghasilan segitu besarnya. Kita sudah
mengetahui bersama bahwa UMP hanya sekitar 3,6 juta saja, jadi sudah dapat
disimpulkan bahwa yang sesuai syarat untuk mendapatkan rumah DP nol rupiah
tersebut adalah warga menengah keatas bukan menengah kebawah. Padahal
persentase masyarakat menengah kebawah jauh lebih besar. Program ini akan
memperparah kesenjangan ekonomi, Orang miskin dilarang punya rumah layak huni.
Jadi dari keempat program
kerja ini saja, kita sudah dapat menyimpulkan bahwa Anies – Sandi hanya
berusaha membuat branding politik.
Kinerja selama 100 hari ini ibarat dramatisasi politik yang tidak layak ditiru
oleh siapapun yang diberikan mandat oleh rakyat untuk jadi Pemimpin. Fix, Penguasa ibukota zaman now bak pelakon politik yang lebih
mengutamakan kuantitas retorika daripada kualitas program kerja.
Begitulah
Kira-Kira
Salam
Retorika
0 Response to "Kinerja 100 Hari Anies – Sandi Dibumbui Retorika, Pencitraan dan Gimmick Politik"
Posting Komentar