Acara Dies Natalis Universitas Indonesia (UI) harus tercoreng dengan adanya aksi-aksi yang dilakukan oleh beberapa alumni dan mahasiswa aktif. Kejadian paling miris, ketika mahasiswa yang merupakan Ketua BEM UI 2018 Zaadit Taqwa mengacungkan 'kartu kuning' ke Presiden Jokowi yang kala itu baru selesai menyampaikan Pidatonya. tujuannya memberikan sebuah peringatan bahwa masih banyak tugas-tugas Jokowi yang belum selesai dan harus dikerjakan.
Zaadit menjelaskan, ada 3 hal yang menjadi sorotan BEM UI. Pertama adalah soal kasus gizi buruk di Asmat, Papua, yang sudah menelan banyak korban jiwa. Zaadit juga mengkritisi soal wacana pengangkatan penjabat gubernur dari kalangan Polri aktif. Selain itu, BEM UI juga menolak draf Permendikti tentang organisasi mahasiswa yang dinilai akan mengekang dan membatasi pergerakan mahasiswa.
Penulis beranggapan apa yang dilakukan oleh orang nomor satu dikalangan mahasiswa UI ini sangat tidak beretika dan tidak patut untuk dicontoh oleh mahasiswa yang lainnya. Dalam menyampaikan aspirasi selayaknya dilakukan dengan bijaksana dan menggambarkan mahasiswa seutuhnya. Perilaku yang ditunjukkan oleh Zaadit telah merusak pandangan masyarakat tentang intelektualitas dari mahasiswa UI.
Seluruh masyarakat Indonesia juga mengetahui masih banyak yang harus dikerjakan oleh Presiden Jokowi, karena persoalan yang ada di negeri ini memang sudah beranak cucu. Sudah jelas tidak mungkin dapat langsung di selesaikan dalam hitungan 3 tahun ini saja. Emangnya Presiden Jokowi pesulap yang bisa memberikan perubahan dengan sekejap. Sang mantan saja memimpin Indonesia dua periode bukan mengurangi malah menambah masalah. Banyak pembangunan yang mangkrak dimana-mana, antara lain Hambalang, E-KTP, pembangunan Rumah Sakit USU, Dll.
Dimanapun perubahan membutuhkan waktu, tidak dapat dilakukan seperti membalikkan tangan. Fakta yang tidak dapat kita pungkiri dalam 3 tahun lebih ini sudah banyak sekali perubahan yang terjadi, baik itu secara pembangunan Infrastruktur maupun pembangunan manusia. Tercatat pembangunan sudah marak dilaksanakan dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia.
Berdasarkan informasi dari media berita bahwa Ketua BEM UI tersebut diindikasikan merupakan bagian dari PKS. Capture cuitan akun Twitter @Zaaditt yang memuat pernyataan 'promosi PKS' disebar tak lama setelah aksi 'kartu kuning' untuk Jokowi. Cuitan itu diiringi isu Ketua BEM UI Zaadit Taqwa yang memberi kartu kuning ke Presiden Jokowi adalah kader PKS.
Zaadit memang sudah meluruskan isu bahwa tidak ada bergabung dengan PKS. Tapi isu sudah sempat berhembus dan klarifikasinya kurang menyakinkan. Zaadit lalu menunjukkan riwayat percakapan dengan rekannya, Ahmad Nashihuddien, yang memiliki akun Twitter @nashihu, teman SMA-nya. Dilihat dari riwayat percakapan itu, maka bisa disimpulkan bahwa tweet“promosi PKS” yang dikicaukan @Zaaditt merupakan retweet (RT) dari @nashihu. Namun memang tulisan RT dihapus karena keterbatasan karakter. Sumber Disini
Tidak dapat dipungkiri bahwa kita diizinkan oleh Undang-Undang untuk menyampaikan aspirasi dan kegelisahan terhadap Pemerintah, tapi harus mematuhi persyaratan yang dituangkan dalam UU. Maka proses penyampaian aspirasi tidak dapat dilakukan dengan sebebas-bebasnya atau sesuka hati. Misalnya setiap melakukan aksi harus memberikan surat pemberitahuan terhadap pihak Kepolisian.
Dalam kasus yang terjadi dikampus UI ini berdasarkan pengetahuan yang penulis ketahui semasa berkuliah dan mengikuti BEM dikampus dulu. Aksi yang dilakukan didalam kampus memang tidak diwajibkan menyampaikan izin kepihak berwajib tetapi harus memberikan konfirmasi kepihak Kampus. Memang Kampus bebas dari sangkut paut kepolisian kecuali ada tindakan-tindakan melanggar hukum yang terjadi didalam kampus.
Paling mengecewakannya lagi adanya aksi penolakan kehadiran Presiden Jokowi yang dilakukan oleh Alumni UI. Tuntutan yang alumni UI sampaikan pun tidak berdasar dan tidak masuk akal. Apa masalahnya bila seorang Presiden menghadiri Undangan acara Dies Natalis, bila Alumni UI tidak bersepakat kehadiran Presiden seharusnya menuntut pihak Panitia ataupun pihak kampus.
Selidik punya selidik rupanya salah satu pendemo dari Alumni UI yang bernama Salim Hutajulu Alumni FISIP UI tahun 1977 merupakan Calon Legislatif (Caleg) dari Partai Gerindra tahun 2014 nomor Urut 8 Daerah Pemilihan (DAPIL) DKI Jakarta III (DKI 3). Meliputi daerah Kepulauan Seribu, Kota Jakarta Utara, dan Kota Jakarta Barat. Walaupun akhirnya harus menelan kegagalan.
Jejak digital ini sangat menyakitkan bagi para penyusup. Tetapi Informasi yang sangat berharga ini menjadi sebuah alat pembukti bagi masyarakat seperti apa sebenarnya latar belakang dari aksi “Penolakan Kehadiran Presiden Jokowi Dalam Dies Natalis UI.
Informasi yang sama tentang identitas pendemo tolak Presiden Jokowi dalam Dies natalis UI, penulis temukan dalam twitt dari salah satu penggiat sosial ternama @ulinyusron yang pada pilkada DKI lalu tergabung dalam teman Ahok dan Tim Sukses Ahok. Berikut isi cuitannya:
Yang nolak Jokowi ke UI itu Salim Hutajulu, aktivis alumni Malari yang juga caleg Gerindra 2014 dan Gema Pembebasan, sayap mahasiswa HTI)l. Gak usah kaget dong
Sebenarnya kehadiran Presiden, bila kita pikirkan dengan matang merupakan sebuah penghargaan yang sangat bermakna, dimana Presiden menyisihkan waktunya untuk berhadir ditengah agenda pekerjaan yang sangat padat membangun dan memajukan bangsa ini. Tahukah sahabat Seword bahwa pendemo hanya segelintir saja yang jumlahnya tidak ada ratusan tapi mengatasnamakan Aktivis, Alumni dan Mahasiswa UI.
Semakin lama semakin terbukti bahwa gerakan yang mendemo ataupun menolak Presiden Jokowi selalu memiliki latar belakang dengan kelompok sebelah yang gila akan kekuasaan. Berdasarkan informasi diatas membuktikan bahwa yang melakukan aksi sampai detik ini terhadap pemerintahan Jokowi dan Jajarannya mayoritas disusupi oleh aktor-aktor politik yang punya kepentingan tidak murni dalam memperjuangkan masyarakat.
Begitulah Kira-Kira
0 Response to "Ketua BEM UI Klarifikasi Terkait PKS, Alumni UI “Tolak Jokowi” Caleg Gerindra"
Posting Komentar