Gerakan demo berjilid-jilid yang tidak murni memperjuangkan kepentingan umum, pasti akan terjerembab dan terbongkar. Memang kita tidak dapat memungkiri bahwa gerakan aksi besar-besaran yang diklaim sampai 7 juta massa. Akhirnya berhasil menghantarkan sang pemimpin DKI yang berprestasi mumpuni dan sigap menjaga uang rakyat mengendap di bui.
Masyarakat yang tulus ikut berperan aktif dalam gerakan aksi demo besar-besaran dan berjilid-jilid, sedikit demi sedikit menjadi sadar bahwa gerakan tersebut sangat erat hubungannya dengan muatan kepentingan pribadi ataupun kelompok. Hasrat menjadi penguasa, akhirnya mengorbankan ketulusan masyarakat yang ikut turun kejalan berdemonstrasi ditengah terik matahari hanya dihargai dengan air mineral dan nasi bungkus. Ketulusan masyarakat rupanya berusaha dibelokkan untuk merealisasikan hasrat politik para pemburu kekuasaan.
Ungkapan “Gusti Ora Sare” dari Ahok sudah terbukti, meskipun gerakan demontrasi berjilid-jilid berhasil menghantarkan Ahok menjadi penghuni Hotel Prodeo. Tetapi Ahok tidak kehilangan pendukung malah semakin berlipat ganda. Banyak yang semakin mengidolakan Ahok ketika mengetahui belakangan ini bahwa Ahok adalah korban dari gerakan politik.
Grand desain dari gerakan klaim 7 juta manusia demo Ahok dibongkar ke publik oleh pentolan-pentolan 212 itu sendiri. Gerakan yang dipahami masyarakat umum yang polos sehingga ikut serta dalam aksi adalah gerakan penjarakan penista, padahal terbukti memiliki muatan terselubung untuk memburu kekuasaan. Pentolan gerakan demo berjilid-jilid angka “Wiro Sableng” semakin membuka mata semua orang, bahwa betapa teganya mereka memperdaya masyarakat hanya untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok mendapatkan tongkat kekuasaan.
Dalam Pilkada serentak tahun 2018 yang akan dilaksanakan beberapa bulan lagi, Pentolan-pentolan pejuang demo berjilid-jilid ini juga membongkar adanya komando dari junjungan yang melarikan diri keluar negeri karna kasus lendir. komando tersebut adalah mengulang kemenangan di Ibukota yang menghantarkan Anies-Sandi mendapatkan kursi empuk penguasa. Pengulangan kemenangan dengan mengcopy paste strategi politik yang telah dijalankan dan sukses di DKI.
Kita sudah mengetahui bersama dinamika politik yang berlangsung di Ibukota beberapa bulan lalu sangat kacau dengan maraknya isu-isu SARA yang membuat masyarakat terpecah belah. Politik Identitas tersebut akhirnya merusak proses fair play dalam Pilkada DKI, maraknya isu ”ayat dan mayat” kala itu masih membekas dibenak masyarakat Indonesia terkhusus penghuni Ibukota sampai hari ini.
Tetapi kode keras yang diamanatkan sang buronan tipis kemungkinan akan dijalankan. Penyebabnya adalah nama-nama yang direkomendasi para pentolan-pentolan 212 untuk mencalonkan diri menjadi Calon Kepala Daerah (CAKADA) yang akan bertarung memakai strategi DKI tidak ada satupun yang jebol, penyebabnya adalah tidak ada satupun Partai politik yang mau mengusung nama-nama yang direkomendasi tersebut. Partai Tiga Serangkai pun angkat tangan tidak mau mengusung.
Harapan dari pentolan agar 5 (lima) kader 212 agar dimajukan Partai Tiga Serangkai. Keinginan para pentolan agar kader tersebut diberi rekom khusus dan jalur khusus. Padahal kenyataannya permintaan ditolak, mekanisme Partai tetap diberlakukan sama seperti bakal calon yang lain. kenyataan inilah yang membuat para pejuang 212 mengaku Prihatin, kecewa dan mengungkapkan akan berpikir ulang menentukan pilihan dalam Pilpres 2019. Kekurangan pendukung nih kelompok sebelah !
Paling keras dan monohok pernyataan dari La Nyalla yang mengaku diminta memberikan mahar sebesar 40 milyar oleh Gerindra. Jumlah yang sangat fantastik sahabat Seword, mari kita bayangkan bila dana awal harus ada segitu besar berapa lagi yang akan habis sampai akhir kontestasi Pilkada. Pantaslah jiwa-jiwa koruptif di Negara ini tidak dapat dihanguskan. Partai politik yang seharusnya memberikan pendidikan politik yang baik malah mengajarkan hal buruk kepada kader-kadernya.
"Pertanyaannya, apakah saya akan dukung Prabowo 2019 ? Mohon maaf, ini saya orang bego kalau masih mendukung Prabowo Subianto," ucap La Nyalla
La Nyalla mengaku kapok telah mendukung sosok Prabowo sejak Pilpres 2009. Menurut La Nyalla, pengabdian yang telah diperbuatnya selama ini sia-sia saja. padahal telah berjuang memenangkan Prabowo sejak tahun 2009 dan 2014. La Nyalla mengatakan dengan tegas, bila dia tidak mendukung Prabowo, pendukungnya juga tidak akan memberikan dukungan. Sumber www.liputan6.com
Melihat kasus diatas, penulis semakin yakin dengan ungkapan bahwa didalam politik “tidak ada teman dan musuh abadi, yang abadi adalah kepentingan”. Kita lihat saja dahulu Pentolan 212 sangat akrab, selalu kompak secara tidak langsung berusaha menjatuhkan kepemimpinan Presiden Jokowi yang telah bekerja mati-matian membangun Negara ini menuju kesuksesan. Kedekatan 212 dengan Partai Tiga Serangkai, bak sepasang kekasih yang sedang kasmaran tetapi kedatangan orang ketiga. Hubungan pun melahirkan kekecewaan, padahal rencananya tahun 2019 menuju kepelaminan. Ha ha ha
Kejujuran dari La Nyalla dan pentolan 212 yang lainnya telah memberikan bukti kepada kita seperti apa sebenarnya karakter dari kubu anti Jokowi. Kata-kata indah ingin mensejahterakan rakyat adalah omong kosong. Buktinya, pendukung setia sampai nyatakan “bego kalau pilih Prabowo dalam Pilpres tahun 2019”. Pernyataan ini adalah sebuah warning bagi seluruh masyarakat agar tidak salah pilih dalam Pilpres mendatang. Kepala Daerahnya boleh siapa saja tetapi Presidennya tetap Joko Widodo.
Salam Dua Periode
0 Response to "La Nyalla : Bego Pilih Prabowo, Alumni 212 Kecewa, Copy Paste DKI Gagal"
Posting Komentar