Masa-masa bahagia bagi pendukung-pendukung Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Ijeck) telah resmi
diumumkan. Dimana tokoh yang mereka jagokan telah mendeklarasikan diri bersama
Partai Politik pendukung di depan publik Sumatera Utara terkhusus masyarakat
Medan dan sekitarnya. Deklarasi tersebut dilaksanakan di lapangan Merdeka kota
Medan.
Deklarasi Ery-Ijeck yang diadakan memang tidak
terlalu viral dan mengguncang di provinsi Sumut, tetapi ada sebuah fakta yang
cukup mengejutkan bahwa pada saat acara berlangsung tadi siang. Para pendukung
meneriakkan yel-yel “Prabowo Presiden”. Mendengar teriakan dukungan
tersebut, Prabowo pun tersipu dan tersenyum.
Presiden itu masih lama tahun depan. Gubernur dulu, saya minta menangkan dulu Eramas (Edy-Musa), nanti kita bicara presiden. Gampang itu," kata Prabowo, di hadapan ribuan pendukungnya. Prabowo mengatakan, Edy layak didukung menjadi Gubernur 2018-2023. Sebagai salah satu lulusan terbaik TNI, Edy adalah salah satu putra terbaik Sumut. Maka, lanjutnya, ketika Edy datang meminta restu menjadi calon gubernur, ia pun langsung menyetujuinya. Saat ini, kata Prabowo, bangsa ini membutuhkan kepemimpinan yang baik, yang bersih. "Kita butuh pemimpin-pemimpin yang benar-benar tegas dan mencintai rakyat, mampu mengendalikan, mampu memimpin, shalatnya baik," sebut Prabowo.(Sumber medanbisnisdaily.com)
Berdasarkan realita yang terjadi siang tadi bahwa dalam deklarasi
Edy-Ijeck yang disingkat ERAMAS ini, secara kasat mata berkumpul para pejuang-pejuang
dari Trio Partai zaman now yang
akan bersatu untuk menumbangkan Presiden Jokowi merebut periode kedua pada
Pilpres tahun 2019 mendatang. Penulis menilai fakta ini sudah menjadi rahasia
umum dalam perpolitikan Indonesia saat ini.
Meskipun didalam koalisi pendukung ERAMAS bergabung juga
Partai Politik pendukung Presiden Jokowi. Tetapi dengan menggemanya selintingan
suara dari para pendukung pada saat deklarasi sudah merupakan sebuah kode keras
yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Menurut analisa penulis bahwa ada
kemungkinan besar bahwa selentingan suara tersebut memang dikomando ataupun ada
yang mengarahkannya.
Seharusnya Partai Politik yang memang berbeda dukungan
terhadap calon orang nomor 1 di Indonesia ini membangun komitmen kuat agar
tidak menghubungkan isu-isu Pilpres dalam proses deklarasi hari ini. Apalagi
langsung memberi panggung terhadap kandidat yang memang telah menyatakan sikap
akan ikut berkompetisi dalam pesta demokrasi 2 tahun mendatang.
Menurut penulis kejadian selentingan suara pendukung yang
menghadiri acara tersebut hari ini, bila memang benar dan valid merupakan
sebuah kesalahan yang cukup fatal. Terlihat inkonsistensi dari Partai pendukung
Jokowi tersebut, padahal di Pemerintahan Pusat Nasdem, Golkar, dan Hanura telah
diamanahkan kursi pembantu Presiden. Terakhir Hanura tersiar kabar bergabung
mendukung ERAMAS setelah acara deklarasi berlangsung siang tadi.
Jabatan-jabatan strategis dalam Pemerintahan Pusat
tersebut harusnya menjadi sebuah beban berat bagi Partai Politik yang telah
diberikan amanah. Jangan ditiru hal-hal yang tidak baik dalam etika politik, seperti
sebuah Partai sebelah yang tidak pernah lagi searah dengan Presiden Jokowi
tetapi masih tetapi percaya diri mempertahankan kadernya duduk menikmati kursi
empuk pembantu Presiden. Bila tidak sepaham dengan garis perjuangan Jokowi,
seharusnya menarik kadernya tersebut dari jabatannya.
Inkonsistensi yang dipertontonkan Partai sebelah tersebut
harusnya tidak diulang kembali oleh Partai yang telah menyatakan sikap
mendukung pemerintahan Jokowi menuju 2 periode. Menurut pendapat penulis bagi
partai yang deklarasi setia kepada Jokowi harus segera mempertimbangkan dan
merevisi keputusan dukungan terhadap ERAMAS. sebelum kejadian ini semakin jauh
dan tidak dapat diganggu gugat kembali ketika sudah mendaftar resmi ke KPU.
Bagi masyarakat Sumut yang mempunyai hak untuk memilih
pada Pilkada Sumut mendatang, gunakan logika dan kewarasan kita dalam
menentukan pilihan. Tentukan pilihan berdasarkan Rekam Jejak dan Prestasi yang
membanggakan para kandidat bukan berdasarkan isu-isu sampah seperti isu “Putra Daerah”.
Padahal kita sudah mengetahui bersama isu ini pada
pilkada Sumut sebelumnya tidak dihembuskan ketika Gatot Pujo Nugroho kader PKS
yang telah terbukti melakukan perampokan uang rakyat. Paling memalukannya lagi
tindakan menghisap darah rakyat tersebut dilakukan bersama istri muda.
Berdasarkan fakta tersebut, jelas isu Putra
Daerah hanya kepentingan politik belaka.
Jadi kata-kata penutup dari penulis adalah jangan mau
dibodoh-bodohi memakai isu Putra Daerah oleh kelompok-kelompok haus kekuasaan. Bila memang punya kompetensi,
bertarunglah dengan sehat jangan memprovokasi masyarakat agar meninggalkan
logika berpikirnya. Mari tunjukkan politik yang mencerdaskan bukan politik
tipu-tipu !
Salam Cerdas,