Acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang
digawangi oleh Opa Karni Ilyas berkontribusi besar dalam pembongkaran kebenaran gerakan 212. Acara
ini disiarkan disalah satu media televisi yang terkenal dengan media berita. Secara
realitas kekinian bahwa ILC merupakan sebuah acara yang banyak ditunggu-tunggu
oleh masyarakat baik dari kelompok bumi bulat maupun bumi datar.
Didalam acara ini
seperti biasanya memang mengundang narasumber yang memiliki pandangan ataupun
daya anlisis yang berbeda satu sama lain. Tidak dapat kita pungkiri bahwa
dengan mengikuti acara debat ini masyarakat mendapatkan informasi dan pengetahuan
baru ketika konsentrasi mengikutinya dari awal sampai akhir.
Semalam penulis tercengang
ketika acara ILC mengambil tema “212,
Perlukah Reuni ?”. Menurut hemat Penulis bahwa tema tersebut memang sudah
tidak relevan lagi. Mengapa penulis sampaikan tidak relevan karena acara reuni
212 di Monumen Nasional (Monas) sudah berlangsung dan diklaim oleh panitia
penyelenggaranya diikuti 7,5 juta masyarakat. Meskipun demikian tetap sangat
mengedukasi masyarakat.
Memang jumlah massa
yang hadir 7,5 juta orang sangat menakjubkan dan fantastik merujuk jumlah masyarakat
DKI. Jakarta lebih kurang 10 juta orang. Sungguh sangat tidak masuk logika, mari
kita bayangkan bersama dengan jumlah massa yang begitu banyak kok hanya
dikawasan Monas saja yang dipenuhi masyarakat. Ah sudahlah. Memang kelompok
sebelah sangat berbakat untuk ngeles.
Tetapi untuk menutupi
kesalahan, para pendukung reuni 212 apalagi yang hadir pada acara ILC tadi
malam menyampaikan tidak intelektual bila terus mempertanyakan masalah jumlah
massa yang hadir. Jadi pertanyaan yang intelektual seperti apa, penulis jujur
menjadi semakin bingung dan tertawa terbahak-bahak ketika ada seorang tokoh
skala nasional menyampaikannya.
Penulis mencoba
menganalisa setelah mengikuti acara ILC tersebut dari awal sampai selesai,
bayangkan saja artikel inipun dapat diselesaikan memakan waktu satu harian. Berdasarkan
pernyataan-pernyataan yang disampaikan bahwa pertanyaan yang intelektual
menurut pendukung reuni 212 adalah dengan mempertanyakan seperti apa itu
khilafah, bendera yang sering dipajang HTI sebenarnya bendera apa, dan alumni
212 ini apa sih ?
Itulah kira-kira yang
bisa secara sederhana penulis simpulkan tentang pertanyaan yang intelektual. Kita
sebagai masyarakat yang sudah cerdas mau diarahkan mengikuti alur permainan
yang sudah disetting sedemikian rupa
supaya masyarakat menjadi terhipnotis dan melupakan jiwa nasionalisme dalam
berbangsa dan bernegara.
Tujuan akhirnya semakin
jelas mengarahkan masyarakat agar tidak
dapat menilai secara objektif kinerja-kinerja positip yang telah dieksekusi
oleh Presiden Joko Widodo bersama para
jajarannya. Ketika masyarakat tidak menggunakan objektifitas, maka mereka
menjadi gampang untuk mengarahkan masyarakat agar mendukung Komandan yang masih
memiliki ambisi menjadi orang nomor satu di negara ini. Meskipun belum pernah
berbuat apapun demi kemajuan bangsa.
Berdasarkan analisa
diatas sudah dapat memberi cahaya terang bahwa gerakan alumni 212 ini merupakan
sebuah gerakan politik yang bersembunyi dalam balutan agama. Penulis sangat
mengingat pendapat dari seorang pembicara saat itu yakni Permadi Arya yang akrab disapa Ustad
Abu Janda. Beliau menyampaikan bahwa gerakan 212 ini adalah sebuah gerakan politik yang bernuansa agama.
Selain pernyataan dari
Ustad Abu Janda yang terkenal di dunia media sosial sangat konsentrasi mengkritik
alumni 212. Para tokoh yang terkenal pendukung malah terselip lidah sehingga
mengeluarkan pernyataan yang berbanding lurus dengan pendapat yang kurang
sepakat dengan gerakan alumni 212 ini.
Siapakah mereka yang
secara jujur menyampaikan gerakan 212 ini bernuasa politik. Pertama Fadli Zon
yang merupakan Wakil Ketua DPR RI, seharusnya FZ ini berada diposisi netral ataupun
tidak memihak bagi siapapun. Tetapi kenyataannya FZ tidak malu-malu menampakkan
karakter aslinya kepada seluruh masyarakat Indonesia dengan sangat berapi-api
mendukung gerakan ini.
Tokoh kedua yang
mengakui dengan jujur bahwa ini gerakan politik adalah Ahmad Dani Prasetyo (ADP)
yang dikenal masyarakat sebelumnya sebagai musisi dan Presiden Republik Cinta. Sebelum
acara ILC diselenggarakan, ADP sudah mengakui dengan jujur bahwa
hajatan-hajatan yang diselenggarakan oleh alumni 212 berbau politik. Sumber detik.com
Paling menggelikan lagi,
pada saat acara ILC tersebut ADP menyampaikan pernyataan bahwa laskar FPI sudah
beralih menjadi laskar Cinta. Secara tidak
langsung ADP mengklaim pasukan HRS sudah diambil alih oleh Republik Cinta. Kok bisa
gitu ya, apa karena HRS sedang melarikan diri dari kasus lendirnya maka tidak
mampu lagi memberi solusi cerdas untuk mengisi perut para laskar.
Kebenarannya tinggal
menunggu waktu saja karena setiap kebohongan pasti akan terbongkar. Kita tidak usah
capek-capek mencari informasi karena nantinya mereka akan keselip lidah, maka
dengan spontan menjawab pertanyaan yang ada di benak kita semua. Sudah terbukti
kok beberapa waktu terakhir ini bahwa mereka sendiri yang memberi informasi
valid.
Sudah dulu ya sahabat pembaca,
Penulis mau buat kopi panas untuk
mengobati mual ketika teringat tentang para begundal yang keselip lidah setelah
diundang Opa Karni Ilyas. Sebagai kata-kata penutup, penulis mengucapkan terima
kasih kepada ILC yang sudah membantu membongkar kebohongan para perusuh. misalnya
Om Jonru Ginting harus digelandang ke hotel Prodeo setelah komat-kamit tanpa
rem diacara ILC sebelumnya. Akhir kata
Ingat REM bung ?
Salam
Damai Penuh Kasih,