Nuansa pertarungan politik Pemilihan Presiden (Pilpres)
tahun 2019 semakin kencang terasa sekarang ini. Tidak bisa kita pungkiri
bersama, beberapa waktu mendatang akan semakin memanas sampai menuju puncaknya
pada saat rakyat secara kolektif telah menentukan pilihannya, siapakah tokoh
terbaik untuk melanjutkan pembangunan bangsa ini.
Bila sahabat pembaca mempertanyakan siapakah yang akan
Penulis pilih kelak, maka Penulis menegaskan akan memilih kandidat secara
kriteria umum yang sudah membuktikan kinerja dengan setulus hati membangun
bangsa ini. Secara khususnya kandidat yang memiliki keluarga bahagia tidak
terpecah belah dengan perceraian. Dengan indikator yang telah Penulis sampaikan
kemungkinan sahabat pembaca akan mengerti siapakah tokoh yang dimaksudkan
tersebut.
Dukungan Partai politik adalah salah satu faktor yang
sangat mempengaruhi dalam Pemilihan Presiden tahun 2019 mendatang. Mengapa
Penulis sampaikan demikian karena hanya dengan dukungan resmi Partai politik
maka tokoh-tokoh yang mempunyai niatan untuk mencalonkan diri menjadi Presiden
Republik Indonesia akan memenuhi persyaratan yang telah disepakati bersama
melalui Undang-Undang. Tidak diperkenankan Calon Presiden itu dari Independen.
Salah satu partai besar yang telah lama ikut serta
berkompetisi adalah Partai Golkar. Partai ini merupakan salah satu lembaga
Politik yang tidak pernah absen sejak berdiri tahun 1964 silam. Dalam
Pemilu 1971 (Pemilu pertama dalam pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto), salah satu pesertanya adalah Golongan
Karya dan mereka tampil sebagai pemenang untuk menguasai Republik Indonesia.
Kemenangan ini diulangi pada Pemilu-Pemilu pemerintahan
Orde Baru lainnya, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Kejadian ini
dapat dimungkinkan, karena pemerintahan Soeharto membuat kebijakan-kebijakan
yang sangat mendukung kemenangan Golkar, seperti peraturan monoloyalitas PNS,
dan sebagainya.
Setelah pemerintahan Soeharto
selesai dan reformasi bergulir, Golkar berubah wujud menjadi Partai Golkar, dan
untuk pertama kalinya mengikuti Pemilu tanpa ada bantuan kebijakan-kebijakan
yang berarti seperti sebelumnya pada masa pemerintahan Soeharto. Pada Pemilu
1999 yang diselenggarakan Presiden Habibie, perolehan suara Partai Golkar turun
menjadi peringkat kedua setelah PDI-P.
Secara faktual bahwa Partai Golkar
merupakan sebuah perahu politik strategis mengantarkan siapapun untuk duduk menjadi
orang nomor satu di Negara ini. Maka percaturan perebutan kursi tertinggi di
Partai ini juga merupakan aspek yang sangat penting untuk dapat diamankan oleh
para kandidat-kandidat yang memiliki niatan menjadi kontestan dalam Pilpres
mendatang.
Wacana peralihan kursi Ketua Umum
Partai Golkar sangat viral beberapa waktu terakhir ini. Pasca ditahannya Setnov
tersangka kasus korupsi e-KTP. Setnov juga merupakan ketua umum sah secara
hukum sesuai musyawarah Partai terakhir kali. Informasi yang berseliweran di
Media Online maupun Televisi, sudah ada 2 (dua) tokoh sentral dalam internal
Partai telah menyampaikan secara tegas keinginannya untuk mencalonkan diri
ketika Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) mendatang direalisasikan.
Tokoh pertama adalah Airlangga
Hartanto (AH) yang saat ini menjadi salah satu pembantu Presiden dibidang
Kementerian Perindustrian menggantikan Saleh
Husin pada reshuffle kabinet
kerja. Secara internal kepartaian AH pernah menjabat sebagai ketua DPP Partai
Golkar dan Wakil Bendahara Umum. AH juga sudah menyampaikan niatannya kepada Presiden Joko Widodo agar mengetahui dan memberikan
izin pembantunya tersebut untuk ikut berkompetisi.
Tokoh kedua yang telah menyampaikan niatannya adalah Wakil Ketua Dewan Pakar Siti Hediati Hariyadi akrab disapa Titiek Soeharto. TS akan maju jadi calon ketua Umum Partai Golkar jika digelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) mendatang. TS merupakan salah satu anak dari penguasa Orde Baru (ORBA) yang terkenal dengan kepemimpinan Diktator dan terkesan tangan besi.
Kedua tokoh yang telah menyatakan
sikap mencalonkan diri untuk mengambil kursi tertinggi di Partai Golkar
tersebut. Maka kita tidak dapat memungkiri secara kasat mata, bahwa kedua tokoh
ini merupakan representasi dari dua calon Presiden yang telah
menyatakan sikap akan mencalonkan diri pada Pemilihan Presiden tahun 2019.
Maka kontestasi Musyawarah Luar
Biasa (Munaslub) Partai Golkar akan menjadi salah satu faktor penentu tentang
Pilpres mendatang. Meskipun Partai ini telah mendeklarasikan dukungan kepada
Presiden Joko Widodo beberapa waktu yang lalu. Diperkuat dengan pernyataan
konfirmasi para Petinggi Partai tidak akan melakukan perubahan dukungan.
Tidak dapat kita pungkiri bila
tongkat berpindah tangan kepada TS yang merupakan mantan istri dari Prabowo Subianto (PS). Menurut pendapat Penulis, maka
sangat terbuka peluang akan menarik dukungan yang telah dideklarasikan kepada Presiden Joko Widodo. Kita
tidak dapat pungkiri melihat sejarah maka dukungan Partai ini kemungkinan akan
mengarah kepada PS.
Sekali lagi artikel ini hanya
sebuah analisis bukan sebuah pemberitaan ataupun kejadian resmi. Kita sebagai
masyarakat umum hanya bisa berharap kepada sang Pencipta, semoga saja siapapun
yang menjadi pemegang tongkat kepemimpinan Partai Golkar adalah tokoh terbaik
yang memperjuangkan aspirasi rakyat dalam menentukan dukungan. Tetap berpegang
teguh dengan jargon "Suara Rakyat Suara Tuhan".
Salam Kasih Penuh Damai
Referensi :
https://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Golongan_Karya
https://id.wikipedia.org/wiki/Siti_Hediati_Hariyadi
https://id.wikipedia.org/wiki/Airlangga_Hartarto
https://www.merdeka.com/politik/demi-golkar-lebih-baik-titiek-soeharto-akan-maju-jadi-calon-ketum.html
http://www.opinirakyat.web.id/2017/12/titiek-soeharto-akan-maju-jadi-calon.html