Kontestasi politik Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) Sumatera Utara yakni pemilihan Gubernur yang menurut jadwal dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan diselenggarakan bersamaan dengan PILKADA serentak tahun 2018. Meskipun pelaksanaan PILKADA masih beberapa bulan lagi tetapi kondisi dilapangan mulai memanas dan menuai komentar dari warga yang memiliki hak pilih disertai masyarakat yang memiliki hak bicara yakni warga yang tidak berdomili didaerah Sumatera Utara.
Beberapa partai politik telah menyatakan dukungannya kepada salah satu calon gubernur yang merupakan petahana, Partai tersebut antara lain partai Golkar, Partai Nasdem, dan PKPI yang memiliki 3 kursi DPRD Sumatera Utara yang secara nasional untuk Pemilu tahun 2019 akan istirahat sementara, karena PKPI tidak melengkapi dokumen yang menjadi persyaratan sebuah parpol untuk lolos tahapan awal sebagai calon peserta Pemilu.
Jadi total partai dan kursi DPRD Sumut untuk mengusung Gubernur petahana Tengku Erry Nuradi adalah Partai Golkar 17 kursi, Partai Nasdem 5 kursi, dan PKPI 3 Kursi, total keseluruhan dukungan yang memiliki kursi di DPRD adalah 25 Kursi dari total 100 kursi. Dengan bermodalkan 25 kursi bahwa dapat dipastikan Gubernur Sumut petahana telah memenuhi persyaratan dukungan partai jika tidak ada perubahan sampai pendaftaran ke KPU.
Peta politik Sumut sudah semakin menarik untuk dipantau dengan telah memenuhi persayaratannya satu bakal calon yang merupakan gubernur petahana. Walaupun pilkada serentak tahun 2018 Sumut masih kalah seksi dibanding provinsi yang mengadakan PILKADA di pulau Jawa. Tetapi Provinsi ini tidak dapat dipandang sebelah mata karena merupakan salah satu Provinsi terbesar diluar pulau jawa, Alasannya memiliki jumlah suara pemilih yang banyak. Tercatat pada pemilihan presiden yang lalu Provinsi ini dimenangkan oleh bapak presiden Jokowi, walaupun kala itu provinsi ini dipimpin oleh koruptor kader PKS yang telah divonis penjara. Berdasarkan hasil Pemilu sebelumnya sudah jelas menjadi salah satu bukti bahwa Sumut merupakan daerah yang harus menjadi prioritas untuk dikuasai.
Memanasnya Pilkada Sumut beberapa hari ini menurut penulis disebabkan oleh bertebaran isu-isu dipermukaan bahwa JR. Saragih Bupati Simalungun 2 periode yang berniat mencalonkan diri dalam pertarungan Pilkada Sumut tahun 2018. Isu yang betebaran adalah JR. Saragih yang telah resmi didukung Partai Demokrat berpasangan dengan putra dari Amien Rais yakni Mumtaz Rais.
Isu yang dihembuskan terlebih dahulu ke publik menurut penulis bertujuan untuk mengetahui bagaimana penilaian masyarakat bila kedua tokoh tersebut disandingkan. Bak gayung bersambut masyarakat langsung merespon atas tersiarnya kabar ini tetapi dengan respon yang kontra, penuh sindiran dan kritikan. JR. Saragih disandingkan dengan Mumtaz Rais yang merupakan putra dari Amien Rais. Beberapa waktu yang lalu dengan penuh semangat pada saat Pilkada serentak sebelumnya meneriakkan jangan pilih pemimpin kafir. Tujuan dari kalimat yang terkesan SARA ini adalah untuk menumbangkan Ahok pada Pemilihan Gubernur DKI. Jakarta.
Isu yang dihembuskan JR. Saragih berpasangan dengan Mumtaz Rias menuai tanggapan monohok yang jelas akan berpengaruh dalam pilkada Sumut tahun depan, Mayoritas masyarakat malah memberi sindiran dan kritikan karena JR. Saragih yang beragama Kristen protestan. Jelas menurut pendapat kelompok sebelah adalah golongan manusia kafir yang tidak layak jadi pemimpin.
Kondisi saat ini yang dirasakan oleh AR ibarat peribahasa mulutmu harimaumu dan menanam angin menuai badai. Dimana kata-kata “jangan memilih kafir” menjadi dilema bagi kelompok AR saat ini. Jika isu ini benar adanya pada saat detik-detik akhir pendaftaran ke KPU maka penulis memprediksi bahwa JR. Saragih bersama Mumtaz Rais adalah pasangan calon penghibur saja.
Kemenangan tidak akan dapat diraih karena rakyat Sumut banyak yang tersinggung akan ucapan dari AR tersebut. Rakyat sumut yang heterogen dan terkenal dengan daerah yang menghargai pluralisme, dibuktikan salah satu kotamadya yakni Pematangsiantar yang didaulat menjadi daerah paling pluralisme di Indonesia. Meskipun daerahnya mayoritas non muslim tetapi tetap menerima dengan lapang dada dipimpin oleh pemimpin muslim.
Hasil yang diprediksi oleh penulis ini berdasarkan beberapa faktor-faktor pendukung selain kata-kata yang bernuansa SARA dari AR beberapa waktu yang lalu. Faktor pendukungnya adalah kinerja dari JR. Saragih memimpin Kabupaten Simalungun dalam 2 periode ini dapat dikatakan gagal. Penulis yang berasal dari Kabupaten tersebut telah melihat langsung bagaimana kondisi asli dilapangan, Meskipun dibeberapa media baik online dan televisi miliknya sendiri telah dibuat framing yang indah tetap saja sesuatu kebusukan tidak akan dapat disembunyikan.
Berikut petikan berita dari media lokal tentang peringkat kabupaten Simalungun di kancah nasional sejak dipimpin oleh JR. Saragih yang merupakan ketua Partai Demokrat Sumut, Berikut petikannya :
“Walau Bupati Simalungun Jopinus Ramli (JR) Saragih kerap turun ke lapangan menemui masyarakat, namun kinerja pemerintahan yang dipimpinnya tidak berbanding lurus. Buktinya, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 800-35 Tahun 2016 tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Secara Nasional Tahun 2014 menempatkan Kabupaten Simalungun pada peringkat 337 dari 395 Kabupaten se Indonesia.
Selanjutnya pada Tahun 2015, Pemkab Simalungun kembali mendapat peringkat 337 dari 384. Itu dibuktikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 120-10421 Tahun 2016 tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Secara Nasional Tahun 2015.”
Jadi melihat rekam jejak dari JR. Saragih saja kita dapat memprediksi akan menuai kekalahan di Pilkada Sumut Tahun 2018. Apalagi dengan bersandingnya dengan Mumtaz Rais hasilnya akan menuai kekalahan lebih telak lagi, Bisa saja akan menjadi peringkat terakhir. Makanya marilah memberikan pendidikan politik yang baik tanpa isu SARA kepada masyarakat Indonesia secara umum.
Meskipun telah diklarifikasi oleh pihak DPP PAN bahwa isu JR. Saragih dengan Mumtaz Rais tidak benar adanya. Efek negatip dari opini ini akan berdampak bagi JR. Saragih yang terakhir ini sering berkunjung ke kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak-pihak gereja, Serta efek negatip bagi AR dan PAN yang telah menyuarakan jangan memilih pemimpin kafir.
Salam Kepentingan,
Sumber :
http://gorganews.com/2017/11/04/buat-malu-2-tahun-berturut-turut-kinerja-pemkab-simalungun-peringkat-337-di-bawah-kabupaten-asmat-papua/
https://siantarnews.com/simalungun/buset-kinerja-pemkab-simalungun-peringkat-337-dari-395-kabupaten-se-indonesia/
http://medan.tribunnews.com/2014/11/25/jr-masih-gagal-meski-sudah-empat-tahun-memimpin-simalungun
http://medan.tribunnews.com/2014/05/13/ini-100-calon-terpilih-anggota-dprd-sumut-2014-2019
https://www.merdeka.com/politik/soal-kabar-usung-jr-saragih-mumtaz-rais-di-sumut-ini-kata-sekjen-pan.html