"Terima Kasih telah berkunjung ke blog ini. Jangan lupa Share dan Comment ya"
loading...

Kemendagri : Anies – Sandi Harus Rasional Menyusun APBD, Jargon Keberpihakan Dipertanyakan ?


Penggelembungan dana menurut pengalaman yang pernah penulis ketahui merupakan hal yang sering terjadi dan terkesan lumrah bagi mereka-mereka yang sangat bernapsu untuk menghasilkan uang banyak dengan cara instan. Kejadian seperti ini sangat sering terjadi pada saat suatu lembaga membuat program ataupun kegiatan.
Dalam penyusunan proposal pembiayaan kegiatan jangan bermunafik ria kemungkinan penggelembungan dana pengeluaran tidak dapat dihindari. Biasanya sepengetahuan penulis penggelembungan biaya kegiatan itu tidak semuanya untuk memperkaya panitia tetapi mengantisipasi jumlah donator yang bersedia membantu tidak sesuai target.
Memang tidak dapat dijamin semua panitia murni untuk mensukseskan kegiatan yang diselenggarakan, ada saja oknum-oknum yang memanfaatkan mengambil keuntungan pribadi untuk mengisi kantongnya sendiri. Namanya juga manusia pasti ada saja yang menginginkan hasil banyak tapi tidak memakan waktu lama untuk mendapatkannya.
Penulis yakin pasti ada dari pembaca yang akan berkomentar sensitif ataupun bahasa gaulnya nyinyir dengan artikel ini. Apalagi para aktifis yang kesenangannya mencari fulus dari menjalankan proposal-proposal bantuan dana. Sampai sering sekali terdengar kabar – kabar burung, bahwa 10% dari dana yang bisa dikumpulkan per individu panitia dapat dimasukkan kedompet sendiri.
Dalam hal ini penulis meminta maaf bila pengalaman anda berbeda dengan yang disampaikan di artikel. Namanya pengalaman tidak dapat kita pastikan 100% semuanya sama. Pengalaman manusia pribadi lepas pribadi pasti berbeda. Tetapi kemungkinan kemiripan pengalaman pasti akan sering terjadi. Tolong dicatat kemiripan !
Mengapa penulis menghubungkan pengalaman melihat kondisi sosial masyarakat dengan judul besar diatas. Hubungan paling sederhananya adalah kegiatan kecil-kecilan yang diadakan lembaga non pemerintahan saja tidak dapat dipungkiri ada oknum yang berorientasi mencari keuntungan. Apalagi lembaga pemerintah yang pendanaannya besar, sungguh sangat munafik bila ada yang menampik bahwa pendapat penulis ini tidak berdasar dan asal-asalan.
Jika pendapat penulis ini salah, seharusnya kita tidak membutuhkan lagi lembaga anti korupsi karena semuanya sudah sadar dan bermoral. Faktor pertama tidak ada lagi masyarakat yang mau memberi sogokan ataupun suapan untuk memperlancar urusan yang berkaitan dengan kepentingan pribadinya. Kedua tidak ada satupun pejabat baik Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif yang melakukan tindakan mencuri uang rakyat. Faktanya kita masih banyak melihat para maling berdasi dikandangkan oleh pihak berwajib. Seperti berita viral dalam minggu ini, orang nomor 6 di Republik Indonesia diduga melakukan korupsi pengadaan e-KTP dan sudah ditahan di rutan KPK.
Sebenarnya mengapa masyarakat juga ikut terjebak dalam kubangan tindakan-tindakan yang berbau korupsi. Faktor utamanya adalah masyarakat sudah kehilangan kesadaran dan kepercayaan melihat para aktor-aktor pejabat yang memainkan drama sok idealis dan agamis padahal kelakuannya bau amis. Paling ngerinya mengemis-ngemis supaya dapat jatah dalam setiap program-program yang telah diprogramkan.
Kondisi seperti inilah menurut penulis erat hubungannya dengan penyusunan anggaran yang dilakukan penguasa DKI. Jakarta saat ini. Saking banyaknya orang-orang yang berpartisipasi dalam proses pemenangan, tampak secara kasat mata semuanya dijanjikan akan menuai hasil ketika kemenangan telah diraih. Akhirnya terpaksa apapun dilakukan supaya semuanya dapat kebagian dan tidak sakit hati. Permasalahan dengan masyarakat akar rumput tidak prioritas karena masyarakat tidak akan berani bersuara kalau tokoh sentralnya sudah dikenyangkan, Itulah persepsi para pejabat tidak tahu diri.
Politik balas budi secara tidak langsung terpaksa harus dijalankan oleh gubernur zaman now. Sampai-sampai menabrak peraturan tidak menjadi masalah yang penting kelompok-kelompok yang berkontribusi dalam pemenangan dapat menikmati hasil. Salah satu kebijakan yang sangat berani dan gila adalah Pengangkatan 74 anggota TGUPP. Kebijakan ini menjadi luar biasa karena semula maksimum 15 dari Pergub 411/2016 kemudian melompat jadi 74, sehingga implikasinya menjadi anggaran melompat jadi 28,9 M.
Wahai Gubernur dan Wakil Gubernur yang terhormat, Tolong dipublikasi kepada masyarakat seperti apa pembagian Tupoksi keseluruhan dari anggota tim tersebut. Bila Pemerintah Provinsi DKI. Jakarta zaman now membagi Tupoksi anggota tim tetap bertumpang tindih dengan kinerja PNS. Dapat kita simpulkan bahwa kebijakan ini adalah buang-buang anggaran dan ada indikasi penggelembungan dana yang tidak produktif. Jika indikasi seperti itu yang secara tersirat dipertontonkan maka akan menjadi kejadian buruk bagi masyarakat.
Penulis mendukung sepenuhnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengontrol APBD Pemerintahan Daerah tahun 2018 termasuk APBD Provinsi DKI. Jakarta. Masyarakat meminta pertolongan pemerintah pusat agar mengingatkan dan mengontrol setiap program kerja Pemerintahan Daerah agar tidak memasukkan kebijakan gila kedalam APBD.
Mari kita membayangkan betapa hancur, cur, cur… Bila lembaga yang berwenang untuk mengawasi berpangku tangan. Setiap Pemerintah Daerah pasti akan sesuka hatinya dalam membuat kebijakan dan program yang dimasukkan dalam APBD. Maka untuk mengantisipasi adanya kebijakan yang tidak bermanfaat sepenuhnya bagi masyarakat umum, diharapkan bagi lembaga negara yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan agar menjalankan tugasnya dengan maksimal sesuai dengan perundang-undangan.
Masyarakat juga harus ikut andil dalam melakukan pengawasan terhadap setiap kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Bila tetap dengan prinsip lama melakukan pembiaran kemungkaran merajalela. Jangan pernah sesali bila kehidupan masyarakat diakar rumput akan semakin sengsara dan melarat. Mari bersuara jangan hanya diam !
Salam Bersama Menolak Diam,
Sumber Detik.com

Subscribe to receive free email updates: