Menggelengkan kepala, itulah respon pertama yang
langsung terjadi secara spontan ketika penulis membaca sebuah berita dari media
online mainstream yang sudah memiliki nama baik dan kredibitas yang mumpuni. Berita
yang penulis baca terkait BPJS akan hapus tanggungan untuk 8 penyakit kronis
yang katanya sangat banyak menelan biaya. Kedelapan penyakit kronis tersebut
antara lain penyakit jantung,
kanker, gagal ginjal, stroke, thalasemia, sirosis hati, leukimia dan hemophilia.
Tidak dapat kita
pungkiri bahwa biaya untuk mengobati penyakit kronis ini pasti sangat banyak
walaupun tidak menjamin 100% rakyat yang terkena penyakit tersebut dapat pulih
kembali seperti semula. Penulis sudah banyak temukan bila manusia terkena
penyakit ini besar kemungkinannya semua akan menghadap kepada Tuhan YME. Meskipun
ada sebagian kecil yang memang dapat sembuh tetapi tidak akan sama seperti
sebelum terkena penyakit ini.
Penulis yakin para
sahabat pembaca juga sudah banyak mengetahui tentang informasi tersebut. Melihat
dari realitas bahwa penyembuhan penyakit tersebut sangat sulit, tetapi dengan
teganya para pejabat tinggi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berencana
akan menghilangkan penyakit tersebut dari tanggungan BPJS secara penuh, Penjelasan
yang lebih rincinya akan ada pembagian tanggungjawab antara BPJS Kesehatan
dengan pasien.
Jika ini sempat terjadi
dan terealisasi secara massif di masyarakat, maka akan menjadi preseden yang
sangat buruk dalam pemerintahan Presiden Jokowi. Betapa teganya pihak BPJS
tidak memberi peluang kehidupan bagi masyarakat yang tidak mengharapkan
penyakit itu datang padanya tetapi takdir berkehendak lain.
Seharusnya dengan
kesempatan hidup yang semakin menipis, Pemerintah melalui Badan Usaha Milik
Negara di bidang asuransi kesehatan
yakni BPJS Kesehatan memberi perhatian lebih terhadap masyarakat yang
ditakdirkan harus merasakan penyakit-penyakit tersebut. Bukan menghapus
kedelapan penyakit tersebut dari daftar yang bisa ditanggung dan diklaim sepenuhnya
ke BPJS.
Berikut petikan berita
yang penulis jadikan rujukan :
BPJS
Kesehatan berencana melibatkan peserta untuk mendanai biaya perawatan (cost sharing) untuk
penyakit yang butuh perawatan medis lama dan berbiaya tinggi (katastropik).Direktur
Utama BPJS Kesehatan Fahmi
Idris mengatakan, pembiayaan perawatan penyakit katastropik selama ini cukup
menguras kantong BPJS Kesehatan. Setidaknya
ada delapan penyakit katastropik yang akan dipilih untuk dibiayai dengan skema
cost sharing.
Yakni,
jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, thalasemia, leukimia
dan hemofilia. Sumber bangka.tribunnews.com
Berilah masyarakat kesehatan seminimal mungkin untuk
memperpanjang umurnya menikmati kehidupan yang hanya sudah tersisa sedikit saja.
Bila BPJS tidak memasukkan ini lagi kedalam daftar tanggungan yang dibayarkan
penuh. Jadi penyakit apa dong yang bisa, Penyakit influenza, migrain, dan batuk.
Kalau penyakit seperti itu, beli obat di warung kelontong pun sudah dapat
sembuh tidak perlu klaim BPJS Kesehatan.
Jadi semakin aneh-aneh saja kebijakan yang diambil
oleh BPJS terakhir ini. Ingat wahai pejabat BPJS bahwa kalian bertanggungjawab
tentang kehidupan manusia jangan permainkan hal tersebut. Bila kalian memang
tidak mampu menjalankan tugas dengan dengan baik maka lebih baik mengundurkan
diri saja jangan korbankan masyarakat Indonesia yang mayoritas ekonomi menengah
kebawah.
Managemen BPJS Kesehatan yang tidak profesional menjalankan
Tugas, Pokok, dan Fungsinya kok masyarakat yang jadi ditumbalkan menanggung
semua permasalahannya. Sangat jelas informasi bahwa Menteri Keuangan Sri
Mulyani tidak akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan selama pihak BPJS Kesehatan
selama masih bertahan dengan kelemahannya dalam memperbaiki sistim
administrasi, operasional, dan lain-lain. Sumber Kompas.com
Pihak BPJS Kesehatan yang lemah atau memang ada
indikasi main mata dengan pihak asuransi kesehatan swasta. Ini hanya sebatas
dugaan saja karena faktanya saat ini pihak swasta tengah mengalami goncangan
dengan berkurangnya persentase masyarakat yang ingin bergabung ke pelayanan asuransi
swasta yang memang biaya iuran jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan iuran
BPJS Kesehatan kelas 1 (satu) saja. Semoga analisis tersebut hanya asumsi dan
opini saja.
Bila memang permasalahan pendanaan yang dihadapi
oleh pihak BPJS Kesehatan ya selesaikanlah dulu sistim pelaporan yang harus
diberikan ke Kementerian Keuangan. Supaya solusi dalam menghadapi masalah
tersebut dapat didiskusikan dan sama-sama mencari jalan keluar terbaik yang
menguntungkan masyarakat.
Dengan adanya sistim cost sharing, Jangan lagi tambahi beban masyarakat sungguh sangat
berat saat ini. Bila pihak BPJS tidak mampu memperbaiki sendiri kelemahan
sistim dan audit pengeluaran yang sulit untuk dikontrol. Bisa saja membuka
ruang, supaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk untuk melakukan
pemeriksaan dan memberikan pengawasan melekat. Itupun kalau pihak BPJS berkenan
!
Dengan berseliweran berita ini, penulis mengharapkan
adanya sebuah kebijakan yang pro rakyat dari Presiden Joko Widodo dalam
menyelesaikan permasalahan ini. Dengan mendengar rencana adanya perubahan
sistim klaim saja menjadi cost sharing
rakyatmu sudah menjerit pak. Apalagi harus merasakan langsung kebijakan tersebut
tidak dapat terbayangkan kesedihan yang berlarut-larut akan dirasakan rakyatmu.
Kami yakin bahwa bapak Presiden Joko Widodo pasti akan memberikan solusi
terbaik yang menguntungkan seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Salam Dua Periode,