Dinamika politik yang terjadi saat ini di Indonesia semakin memanas, dimana kontestasi politik Pilkada Serentak tahun 2018 akan segera dimulai beberapa bulan lagi. Dalam penentuan calon-calon yang akan bertarung dalam pagelaran politik tersebut. Rakyat tinggal menunggu beberapa hari kedepannya Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan membuka pendaftaran resmi para kandidat yang akan diusung melalui jalur Partai, sebelumnya para calon yang akan bertarung melalui jalur tanpa dukungan Partai yakni Independen telah dibuka.
Salah satu tokoh nasional yang saat ini masih berkedudukan di kabinet Presiden Joko Widodo yakni Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa (KIP) telah meminta izin secara resmi kepada Presiden untuk mengikuti kontestasi politik yang dipastikan akan seru dan menarik karena seluruh Partai akan mengeluarkan segenap konsentrasi, strategi dan mesin Partai.
Khofifah Indar Parawansa (KIP) akan bertarung di Pilkada merebut kursi Jawa Timur 1 yakni kursi Gubernur. Wilayah Provinsi Jawa Timur tidak dapat dipandang sebelah mata bagi Partai yang memang memiliki niatan untuk mengusung calon Presiden pada Pemilihan Presiden tahun 2019. Provinsi ini merupakan salah satu lumbung suara karena memiliki jumlah suara pemilih yang banyak.
KIP telah tercatat sebelumnya dalam sejarah Pilkada Provinsi Jawa Timur pernah menjadi salah satu peserta ataupun kompetitor. Menteri Sosial ini menjadi salah satu petarung wanita yang memiliki elektabilitas tinggi di Provinsi diujung timur pulau jawa tersebut. KIP di periode sebelumnya dikalahkan oleh Petahana Sukarwo yang merupakan kader Partai Demokrat.
Informasi yang berseliweran terakhir ini terkait sosok tokoh-tokoh yang akan mengganti KIP dalam meneruskan agenda Nawacita dan Revolusi Mental di bidang kementerian Sosial. Nama-nama tokoh kondang yang banyak diperbincangkan adalah Nazwa Shihab yang merupakan wanita berkarisma menawan yang sarat akan pengalaman dalam membawa acara di Televisi, Djarot Saiful Hidayat yang merupakan Gubernur DKI. Jakarta sebelum Anies – Sandi resmi dilantik, Terakhir santer digadang-gadang adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang merupakan salah satu calon Gubernur DKI. Jakarta beberapa waktu yang lalu.
Dalam artikel kali ini, penulis ingin berfokus terhadap AHY yang merupakan putra sulung mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Beberapa waktu terakhir ini kedekatan Partai Demokrat dengan Presiden Jokowi tidak dapat dipandang sebelah mata. Terbukti SBY dan putranya AHY telah berkunjung ke Istana Negara.
Berdasarkan dari perkembangan tersebut, penulis melihat bahwa peta politik nasional saat ini sudah semakin tertata dan terkontrol. Bila Partai Demokrat yang diketuai mantan Presiden Republik Indonesia SBY segera resmi bergabung dengan koalisi Pemerintahan Presiden Jokowi akan menghasilkan hanya 2 (dua) Partai yang memiliki kursi di Parlemen yakni Gerindra dan PKS akan bertahan di posisi oposisi ataupun diluar pemerintahan yang sah saat ini.
Selama ini Partai Demokrat memang tidak mendeklarasikan dirinya sebagai oposisi tetapi bukan juga dalam kelompok pendukung Pemerintahan, PD selama ini mepublikasikan bahwa mereka adalah diposisi penyeimbang. Kalau dalam sejarah dulu, kira-kira miriplah dengan posisi Indonesia didalam Gerakan Non Blok yakni tidak mendukung Blok Barat ataupun Blok Timur.
Sosok putra mahkota AHY dari dinasti Cikeas memang belakangan ini sangat difokuskan oleh PD untuk membangun komunikasi terhadap masyarakat agar elektabilitasnya semakin menjulang. Meskipun ada pakar Nyinyir yang berinisial FZ sudah menyampaikan nyinyirannya bahwa AHY dikarbit seperti apapun tidak akan bisa menandingi Capres Abadi yang selalu dibanggakannya.
Padahal membandingkan secara rekam jejak sudah sangat timpang, AHY mengundurkan diri secara terhormat dari militer dan Capres Abadinya FZ malah dipecat. Faktor selanjutnya AHY memiliki rumah tangga yang sampai detik ini terlihat langgeng tanpa ada masalah. Malah Capres abadi sebelah sampai saat ini masih jomblo sejak menduda belasan tahun silam. Dari faktor kedua ini juga memiliki perbedaan yang signifikan bahwa bagaimana membangun suatu negara dengan rekam jejak rumah tangga yang berantakan. Payah cakaplah !
Penulis bila disuruh memilih antara kedua calon tersebut pastilah akan dukung AHY karena sampai detik ini rekam jejaknya masih mulus. Tetapi jika diduelkan dengan bapak Jokowi baru belum sebanding karena bapak Jokowi sudah membuktikan kinerjanya membangun negeri ini dari yang sebelumnya banyak yang mangkrak menjadi dihidupkan kembali.
Menurut Penulis jika memang PD mau bergabung dengan Partai koalisi Pemerintahan Presiden Jokowi. Maka sangat ideal bila Presiden Jokowi menggunakan hak preogratif menunjuk AHY sebagai pembantunya di jabatan Menteri Sosial. Bila dilihat dari rekam jejak AHY memiliki potensi karena pengalamannya di The Yudhoyono Institute. Memang dalam beberapa tahun kedepan AHY masih lebih baik untuk dibangku menteri daripada harus memaksakan mencalonkan diri menjadi Presiden ataupun Wakil Presiden tahun 2019. AHY Masih terlalu muda dan masih butuh banyak pembelajaran untuk menambah pengalamannya dalam membangun bangsa ini.
Kemungkinan AHY dapat dikatakan matang untuk bertarung dalam kancah perebutan kursi RI 1 ataupun RI 2 pada saat lebaran kuda nanti. Kidding loh sahabat pembaca, AHY idealnya ikut bertarung minimal pada kontestasi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2024 nanti. Kalau tetap dipaksakan tahun 2019 apalagi bertarung dengan petahana, penulis memprediksi AHY akan menelan kekalahan. Oleh karena itu, mending mengabdi dulu jadi menteri daripada nanti malu putra mahkota Cikeas menelan kekalahan kedua kalinya dalam kontestasi politik.
Begitulah Kira-Kira,
Sumber :
https://cnnindonesia.com/nasional/20171127192350-32-258476/ahy-pantau-dinamika-wacana-reshuffle/
https://www.merdeka.com/politik/khofifah-mau-minta-izin-maju-pilgub-jatim-ini-reaksi-jokowi.html
http://www.harianindo.com/2017/11/25/240419/ahy-disebut-pernah-ditawari-jadi-menteri-jokowi-tapi-ditolak/